Hak Asasi Manusia atau yang sering disebut HAM merupakan sebuah hukum atau aturan yang mengatur dan melindungi hak setiap warga negara. Untuk lebih memahami tentang apa itu HAM, berikut ulasanya:
A. Lintasan Sejarah Timbulnya HAM
Sumber : Priyanto, Supriyo. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang : Fasindo Press.
A. Lintasan Sejarah Timbulnya HAM
HAM telah
muncul sejak abad 13 M di Inggris saat pemerintahan raja John Lackland
(1199-1216). Pemerintahan yang absolut mendapat tantangan keras dari kaum
bangsawan sehingga lahirlah Magna Charta (1215). Isi piagam ini
berfungsi untuk membatasi kekuasaan raja dan juga mengakui kamu bangsawan dan
gereja.
Tahun 1628
terjadi konflik antara raja Charles I dengan parlemen. Raja terpaksa
mengeluarkan Petition of Right (1628), yang memuat antara lain : masalah
pajak dan hak istimewa harus dengan izin parlemen serta siapapun tidak boleh
ditangkap tanpa tuduhan yang sah.
Tahun 1664 Jhon
Locke mengatakan bahwa ada hukum alam yang mengatur manusia. Teori inilah yang
mendorong masyarakat Amerika untuk melakukan revolusi tahu 1776. Setelah itu
lahirlah Declaration of independence pada Februari 1787 yang baru
berlaku secara resmi pada tanggal 4 Maret 1789. Dalam deklarasi itu menyebutkan
bahwa seluruh manusia dianugerahi Tuhan dengan hak-hak untuk hidup, merdeka,
dan mengejar kebahagiaan.
Di perancis,
memiliki tokoh pelopor HAM yaitu Montesquieu (1689-1755). Dia membuat banyak buku
dari perjalananya ke berbagai negara di eropa. Dlam karyanya yang berjudul
Espirit de Lois (1784), ia menginginkan perancis menganut ajaran trias
politika seperti di Inggris. Setelah Montesquieu ada tokoh yang lebih
berpengaruh terhadap revolusi, yaitu Rousseu. Ia mengatakan bahwa kebebasan
berpendapat tidak terbatas hanya pemikiran tentang negara dan hukum, tetapi
juga pada sifat yang tidak sesuai dengan alam. Gagasan pencerahan tersebut
menjadi lebih revolusioner ketika penyebaranya dilakukan oleh para filsuf
nonakademisi yang sebenarnya lebih merupakan cendekiawan pencipta opini,
aktivis politik, wartawan, dan lain-lain.
Tahun 1789
terjadi pecahnya Revolusi Perancis yang menelan banyak korban. Dibawah negara
baru lahirlah declaration des droits de I’homme et du citoyen (pernyataan
hak asasi manusia dan warganegara) tanggal 27 Agustus 1789. Deklarasi tersebut
berisi kebebasan, kesamaan , dan kesetiaan (liberte, egalite, dan fraternite).
Tahun 1793
revolusi berubah menjadi sangat ekstream. Revolusi yang tadinya merupakan model
dunia modern justru menjadi hal menakutkan dalam sejarah Eropa. Revolusi yang
harusnya menentang monarkhi absolut, justru kembali menjadi monarkhi absolut
ketika raja Napoleon Bonaparte menjadi kaisar Perancis.
Awal abad 20,
dunia sedang terjadi dua perang besar sepanjang sejarah. Perang dunia
I(1914-1918) dan perang dunia II(1939-1945). Efek dua perang tersebut sangat
merugikan bagi masyarakat dunia.
Tahun 1941
presiden AS berpidato dalam kongres AS dengan memaparkan empat kebebasan yang
disebut The Four Fredom. Empat kebebasan tersebut diantaranya The freedom of speech, freedom of religion,
freedom for fear, dan freedom from want. Pernyataan ini menjadi
tonggak berdirinya HAM modern.
Setelah perang
dunia II, perjuangan HAM semakin kuat ketika PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa)
terbentuk. Selain menempatkan HAM
sebagai salah satu tujuan, PBB juga memajukan kerjasama untuk melindungi HAM.
Tahun 1946
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB membentuk Komisi tentang HAM. Sekarang ini Komisi
HAM PBB beranggotakan 53 negara, dengan tujuan untuk memprakarsai penelitian
dan misi pencari fakta tentang kasus-kasus HAM di seluruh dunia, mempersiapkan
konsep konvensi dan deklarasi, membahas pelanggaraan HAM dan mengajukan saran
untuk perbaikan prosedur PBB tentang HAM.
Deklarasi Ham
tahun 1948 kemudian dikenal sebagai deklarasi perancis yang dilatarbelakangi
oleh sejarah kekejaman Nazi dengan genosida terhadap kaum yahudi di Eropa
selama Perang Dunia II.
Tahun 1968
tercatat ada 67 instrumen HAM yang telah diterima secara internasional. Daftar
ini terus bertambah karena instrumen tersebut diratifikasi atau diakses oleh
negara-negara anggota PBB.
Akhir abad
ke-20 HAM menjadi isu dunia, karena efek globalisasi yang cepat. Pelanggaran
HAM yang dulu merupakan isu domestik kini menjadi isu internasional. HAM
menjadi pelopor kerjasama antar negara dalam berbagai bidang.
Tanggal 14-25
Juni 1993 Konferensi Dunia HAM kedua di Wina, Austria, yang melahirkan
Deklarasi Wina tentang program Aksi (Viena Declaration on Action Plan).
Sidang konferensi ini diwarnai dengan perdebatan sengit antara negara-negara
blok barat, dan negara eks blok timur dan selatan. Blok barat menginginkan HAM
bersifat universal, sedangkan yang lain menginginkan HAM disesuaikan dengan
nilai-nilai budaya setiap negara, walaupun begitu, selanjutnya HAM terus
berkembang menuju kesempurnaan.
B.
Perkembangan HAM di Indonesia
HAM di Indonesia terlahir dalam sidang BPUPKI ketika Mr. Moh. Yamin bersama Drs. Moh. Hatta
berbeda pendapat dengan Ir. Soekarno dan Mr. Supomo. Saat itu Hatta dan Yamin
berusaha meyakinkan pentingnya nilai-nilai HAM masuk dalam konstitusi,
sedangkan Soekarno dan Supomo menolak dengan alasan berdampak negatif terkait
individualisme. Akhirnya sebagai jalan tengah hak-hak warga negara dimasukan
dalam UUD 1945 pasal 27, 28, 29, 31, dan 34.
Gambaran tentang komitmen para penguasa di Indonesia terhadap
masalah HAM dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Masa
Pemerintahan Soekarno
Di Masa
Pemerintahan Soekarno atau yang disebut orede lama ini, terjadi banyak
pelanggaran HAM secara signifikan. Hal ini diakibatkan oleh Penpres No. 11/1963
tentang subversi. Penpres ini membatasi gerak dan kreasi seseorang dalam
beraktibitas setiap hari. Untuk mengatasi hal tersebut, sempat dikeluarkan
beberapa konvensi HAM diantaranya: Konvensi Hak Politik Wanita melalui UU NO.
68/1958, Konvensi ILO No 98 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding melalui UU
NO. 18/1956 dan lain-lain.
2.
Masa
Pemerintahan Soeharto
Orde baru membentuk
panitia Ad Hoc tentang HAM yang menghasilkan Rancangan piagam HAM dan Hak serta
Kewajiban Warganegara. Rancangan tersebut kemudian tertuang dan dirumuskan
dalam keputusan Pimpina MPR NO. 241B/1967 tanggal 6 Maret 1967. Tetapi
rancangan itu tidak jadi dibahas dalam Sidang Umum MPR 1968 karena lebih
mengutamakan membahas masalah rehabilitasi gerakan G30 S/PKI.
Pada tahun 1993
dibentuklah KOMNAS HAM, yang mengiringi langkah maju dalam bidang HAM di
Indonesia. Namun setelah beberapa waktu, penegakan HAM tidak mengalami
perkembangan berarti karena pemerintah cenderung mengabaikanya. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai pelanggaran HAM di masa pemerintahan Soeharto.
3.
Masa
Pemerintahan Habibie
Di masa ini
penegakan HAM mengalami kemajuan dengan dibentuknya TAP MPR NO. XVII/MPR/1998
tentang HAMdan Keppres. Selain itu DPR juga menyetujui beberapa UU yang terkait
dengan HAM diantaranya: UU NO. 2 tentang Partai Politik, UU NO. 3/1999 tentang
Pemilu, UU NO. 8/1999 tentang Kebebasan Berpendapat, dan lain-lain.
Tonggak penting
mengenai sejarah penegakan Ham di Indonesia lahir dalam UU NO. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pemerintahan di masa ini mengesahkan 6
konvensi PBB yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam Lainya
dengan UU No. 5/1999, Konvvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
dengan UU No. 29/1999, konvensi ILO No. 105 tentang penghapusan kerja paksa
dengan UU No. 19/1999, Konvensi ILO NO. 111 tentang Diskriminasi dalam
Pekerjaan dan Jabatan dengan UU No. 21/1999, konvensi ILO No 138 tentang Usia
Minimum untuk diperbolehkan Bekerja dengan UU No. 20/1999.
4.
Masa
Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Penyempurnaan
HAM terus dilakukan pada masa ini. salah satunya dengan membentuk lembaga baru,
yaitu Menteri Negara Urusan HAM yang semula berdasarkan resufle kabinet
bulan Agustus 2000 berada di bawah Departemen Kehakiman dan HAM.
Hingga saat ini
hanya ada dua konvensi HAM PBB yang sedang dalam proses ratifikasi, yaitu International
Covenant and Political Rights and Optional Protocol to the Convenant on Civil
Political Rights (ICCPR) dan International Covenant of Economic, Social
and Cultural Rights and Optional Protocol to International Covenant on Economi,
Social and Curtural Rights (ICESCR).
C.
Peradilan HAM
Masalah HAM sebenarnya
terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan dan kekuatan dalam berbagai variasi.
Melihat permasalahan ini, maka dituntut adanya tanggung jawab moral dan yuridis
untuk menemukan jalan keluarnya. Terkait dengan hukum internasional HAM, PBB
tengah menyelesaikan hukum acara bagi Mahkamah Kriminal Internasional(ICC) yang
disahkan di Roma, Italia pada Juni 1998. ICC tersebut berlaku untuk kasus-kasus
pelanggaran HAM seperti genocide, kejahatan perang, serta agresi.
Di Indonesia
angka pelanggaran HAM masih tinggi. Menurut KOMNAS Ham faktor penyebabnya
adalah masih lemahnya kesadaran hukum , kesadaran kemanusiaan, dan kesadaran
politik dari aparat pelaksana sistem. Pengadilan HAM Indonesia diatur dalam
Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Pengadilan HAM, maka Pengadilan HAM
merupakan Pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum, dalam
Pengadilan HAM ada hakim ad hoc yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
selaku Kepala Negara atas usul Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan lima
tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. (Pasal 28 UU No.
26/2000).
Tetapi lemahnya
komitmen Indonesia terhadap masalah HAM terlihat jelas ketika pengesahan Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi berjalan sangat lama. Ironisnya tepat saat KKR
disahkan pada tanggal 7 Desember 2006, MK membatalkan UU tersebut. Keputusan MK
tersebut membuat para penegak HAM menjadi putus asa.
Tampaknya
keberhasilan suatu negara saat ini bukan hanya dilihat dari pertumbuhan
ekonominya, tetapi dari bagaiman mereka memperlakukan rakyatnya. Yang jelas
saat ini HAM telaj menjadi “agama global” yang mempu menundukan semua ketentuan
yang ada didalam Sumber : Priyanto, Supriyo. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang : Fasindo Press.
0 komentar:
Post a Comment