Resensi Dilan : Memahami Wanita dari Kaca Mata Dilan

Posted by

“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.” Kalimat tersebut dikutip dari novel yang sedang hits beberapa bulan ini. Pernah mendengar kalimat tersebut? Jika pernah, sudah pasti kalian bisa menyebutkan judulnya. Namun bagi yang tidak tahu atau tahu tapi lupa, mari lanjut membaca!

“Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990” adalah judul novelnya. Novel bergenre cinta remaja, karya Pidi Baiq tersebut menceritakan kisah romantisme antara dua remaja(SMA) di kota kembang, Bandung. Terbit tahun 2014 lalu namun dengan latar waktu tahun 90an,  novel ini tetap mampu mengaduk-aduk perasaan (terutama jika yang baca wanita) melalui sosok Dilan yang digambarkan nyaris sempurna.  Dengan tebal 332 halaman, novel Pidi Baiq ini rasanya mengajari kita tentang bagaimana memahami keinginan wanita, bagaimana menjadi pria yang akan selalu diingat wanitanya. Seperti itu kira-kira.
Keseluruhan novel ini diceritakan melalui sudut pandang tokoh bernama Milea. Gadis cantik pindahan dari Jakarta ke Bandung tersebut, digambarkan sebagai sosok yang tak hanya cantik, tapi juga pemberani. Sebuah SMA negeri di Buah Batu adalah tempat Milea melanjutkan sekolahnya ketika baru pindahan. Tempat ini sekaligus menjadi takdir bertemunya antara dia dan Dilan. Siapa itu Dilan? Ia adalah anak Bandung berdarah sumatra yang sudah lama tinggal di Bandung. Sama halnya dengan Milea, ia juga anak seorang tentara. Meskipun anak kelas dua Fisika tersebut merupakan anggota geng motor, namun ia memiliki karakter yang baik.
Setelah mereka saling kenal, Milea dan Dilan pun semakin dekat. Tapi Lia sudah memiliki pasangan yang bernama Beni. Beni adalah orang yang kasar, sehingga Milea agak tak terlalu nyaman ketika bersamanya. Lalu mengapa mereka pacaran? Tanyakan pada Milea atau pada diri kalian(wanita) yang pernah menjalani hubungan jenis ini. Kalau kalian pemberani seperti Milea, maka endingnya akan sama yaitu putus! Ya, Milea dan Beni akhirnya putus. Sebabnya tentu saja karena sikap kasar Beni, namun untuk lebih detil lagi, silahkan baca bukunya! Seperti kebanyakan cewek lain setelah putus, awalnya Lia menyesal, bagaimanapun juga mereka pernah bersama. Namun sedikit demi sedikit, rasa penyesalan itu hilang berkat Dilan.
Hari demi hari, perhatian Dilan untuk Milea sudah layaknya seperti perhatian suami ke istri,  namun Dilan tak kunjung juga memperjelas status mereka, apakah pacaran atau hanya teman dekat. Konflik baru pun muncul. Milea adalah orang yang mudah sekali terbakar api cemburu, akibatnya ia sering berprasangka buruk kepada Dilan. Tapi Dilan selalu bisa meredam kecemburuan Milea dengan cara-cara yang unik dan lucu.
Bahasan dunia pacaran akan selalu menarik perhatian kaum muda, tidak hanya sebagai penghibur, namun juga sebagai pembanding dengan diri mereka. Asal mampu menciptakan tokoh yang membuat pembaca merasa itu “aku banget”, maka jenis novel seperti ini akan sangat laris di pasaran. Meskipun pacaran lebih banyak merugikan dibanding menguntungkan, namun ini adalah fenomena yang umum dalam dunia remaja. Kita tidak bisa melarang mereka untuk pacaran, karena semakin dilarang justru semakin menjadi. Salah satu jalan ya dengan membuat kisah seperti ini, setidaknya mereka bisa lebih berhati-hati dalam mencari pasangan.
Novel yang cukup bagus menurutku. Pidi Baiq sepertinya telah melakukan riset yang mendalam, entah itu tentang latar, tokoh, ataupun keadaan sosial masyarakat pada masa tersebut. Bahasa anak muda yang ia gunakan pun mudah dipahami, kalian akan merasakannya sendiri ketika membaca. Kututup tulisan ini dengan Quotes Pidi Baiq berikut ini.

Cinta itu indah, jika bagimu tidak, mungkin kamu salah milih pasangan.” - Pidi Baiq


Blog, Updated at: 16:35

0 komentar:

Post a Comment

Followers

Popular Posts

Powered by Blogger.
Adsense Indonesia